Jumat, 01 Mei 2009

SIMULASI HUKUM

Pada tanggal 17 Oktober 2008, SMA Regina Pacis mengadakan acara simulasi peradilan bagi anak-anak kelas 11. Bagi siswa-siswi kelas 11 ipa dan rsbi, acara ini diadakan di ruang belajar asrama Ursulin. Salah satu tujuan diadakannya acara ini adalah untuk menambah pengetahuan khususnya bagi anak-anak kelas 11 untuk mengetahui lebih dalam mengenai hukum&peradilan yang berlaku di Indonesia. Dalam simulasi ini dihadirkan kakak-kakak perwakilan dari Universitas Atmajaya Yogyakarta yang mengambil jurusan hukum.
Acara ini dimulai dengan diadakannya simulasi tindak pidana sederhana di persidangan dengan kasus perampokan. Kronologis ceritanya sebagai berikut:
Ada salah satu mahasiswi yang bernama Elisa. Ia hendak pulang ke Solo menggunakan bis. Sesampainya di terminal, ia pun ingin menghubungi bibinya yang akan menjemputnya di terminal. Waktu itu hari sudah gelap, dan ternyata hpnya low bat dan akhirnya mati. Elisa pun mencari wartel terdekat. Waktu itu, Elisa mulai merasa diikuti oleh seorang laki-laki. Dan ternyata benar, lelaki itu adalah perampok.
Setelah itu dilakukan persidangan,yang dilakukan pertama kali di persidangan adalah panitera membacakan berita acara. Setelah itu, hakim, penuntut umum serta petugas masuk ke dalam ruang persidangan dan para hadirin berdiri. Lalu persidangan 127/Pidana biasa/Pengadilan terbuka Surakarta pun dibuka dan salah satu hakim mengetok palu sebanyak 3 kali.
Terdakwa pun diperbolehkan masuk setelah hakim menyuruh penuntut umum untuk memanggilnya. Dalam hal ini, penuntut umum dibantu oleh petugas. Setelah itu, terdakwa yang bernama Oge Maroge itu diminta untuk duduk di kursi didepan hakim ketua. Dalam persidangan, terdakwa harus dalam kondisi yang sehat sehingga hakim harus bertanya kepada terdakwa apakah dia sedang sehat atau sakit. Dan terdakwa harus selalu bersikap sopan meskipun ia adalah seorang anak dari ahli petinggi.
Lalu hakim memeriksa data-data terdakwa. Setelah itu, penasihat hukum terdakwa diperbolehkan masuk dan harus menunjukkan kartu izin praktek serta surat kuasa khusus yang akan dicek oleh penuntut umum. Setelah itu surat dakwaan dibacakan. Surat dakwaan adalah akta yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum yang berisi syarat formil dan syarat materiil. Syarat formil meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa. Syarat materiil meliputi uraian yang cermat, jelas dan lengkap mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Dalam membuat surat dakwaan ada 2 yang harus diperhatikan:
1. Tempus delicti yaitu berbicara mengenai waktu kejadian tindak pidana.
2. Locus delicti yaitu berbicara tentang tempat kejadian tindak pidana.
Setelah itu terdakwa diperbolehkan mengajukan eksepsi. Dan penasihat hukum mengajukan eksepsi bahwa tempat pidana dilakukan adalah di Sukoharjo tetapi persidangan dilakukan di Surakarta. Tetapi ternyata eksepsi ditolak oleh hakim. Eksepsi adalah tanggapan/tangkisan dari advokat untuk menanggapi surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum. Eksepsi belum menyangkut pokok perkara Karena eksepsi itu hanya berbicara mengenai kompetensi relative, kelengkapan surat dakwaan, dan untuk menentukan apakah surat dakwaan sudah kadaluwarsa atau belum.
Pada saat simulasi peradilan, persidangan pertama telah selesai. Dan kemudian dilanjutkan persidangan kedua dengan membawa saksi-saksi. Hakim memberikan putusan sela. Putusan sela adalah putusan yang diberikan oleh hakim sebelum putusan akhir. Putusan sela hanya menyangkut surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut umum, eksepsi dari advokat serta berisi mengenai replik dan duplik.
Lalu penuntut umum melanjutkan tuntutan dengan menghadirkan saksi. Dalam hal ini petugaslah yang mengantarkan saksi ke ruang persidangan. Saksi yang pertama bernama Elisa. Elisa duduk pada posisi A dan terdakwa duduk pada posisi D (lihat skema pada halaman 1). Hakim bertanya kepadanya apakah ia mengenal, ada hubungan darah atau pekerjaan serta menanyakan keadaan Elisa. Setelah itu Elisa harus menunjukkan surat identitasnya dan panitera bertugas membacakannya.
Sebelum Elisa mengungkapkan kesaksiannya, Elisa harus bersumpah akan memberikan kesaksiannya sesuai apa yang telah ia lihat dan dengar maka ia tidak boleh mengira-ngira. Dalam mengucapkan sumpah, tangan kiri berada di Alkitab dan petugas membantu membawakannya serta Elisa harus mengangkat tangan kanannya dengan jari telunjuk dan jari tengah terbuka (yang lainnya ditekuk). Kata-kata yang harus diucapkan Elisa adalah : ”Saya berjanji sebagai saksi bahwa saya akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan bukan yang tidak sebenarnya. Semoga Tuhan menolong saya.”.
Setelah itu saksi diminta untuk menceritakan kronologis perampokan tersebut. Dalam kesaksiannya, Elisa berkata bahwa ia hendak pulang ke Solo ke rumah tantenya menggunakan bis. Sesampainya di terminal, ia pun ingin menghubungi bibinya yang akan menjemputnya di terminal. Waktu itu hari sudah gelap, dan ternyata hpnya low bat dan akhirnya mati. Sang saksi pun mencari wartel terdekat. Waktu itu, Elisa mulai merasa diikuti oleh seorang laki-laki. Dan ternyata benar, lelaki itu adalah perampok. Perampok itu menarik tas Elisa tetapi Elisa tetap berusaha mempertahankan tasnya karena adanya barang berharga seperti perhiasan dan beberapa barang dari kekasihnya. Perampok itu pun menapar Elisa hingga ia jatuh dan merasa pusing. Ia juga diancam dengan pisau dan diancam akan deiperkosa jika Elisa tidak menyerahkan tasnya. Akhirnya Elisa pun menyerahkan tasnya kepada perampok itu dan perampok itu langsung pergi.
Setelah mendengarkan kesaksian Elisa itu, Elisa pun diberikan sejumlah pertanyaan. Dari penuntut umum ia ditanyai jam berapakah kejadian itu berlangsung dan Elisa pun menjawab ari jam 20.00 WIB dan waktu itu keadaan sepi dan tak ada orang. Dari penasihat hukum ia ditanyai mengapa ia dapat mengenali terdakwa padahal pada saat itu keadaannya gelap. Dan saksi menjawab ia mengenali terdakwa dari rambutnya yang gondrong serta penampilannya yang terkesan tidak rapi. Setelah itu Elisa diminta untuk duduk menempati posisi C (lihat skema pada halaman 1) karena dianggap masih diperlukan.
Lalu jaksa penuntut umum menghadirkan saksi yang kedua yang bernama Thea. Petugas harus mengantarkan saksi ke ruang persidangan. Pada saat itu, Thea menempati posisi kursu di depan hakim. Sebelum bersaksi, Thea juga ditanyai bagaimanakah keadaan Thea pada saat itu, dan Thea juga harus bersumpah seperti Elisa pada sebelumnya. Perbedaannya, Thea harus mengangkat tangan kanannya dengan jari manis, jari tengah dan jari telunjuk terbuka dan lainnya ditekuk. Setelah itu, saksi kedua inipun ditanyai apakah ia mengenal terdakwa. Dan Thea menjawab bahwa ia mengenal terdakwa. Thea hanya mengenal sekedar mengetahui bahwa terdakwa adalah orang yang suka membuat onar di kampong Thea. Tetapi saat Thea ditanya apakah Thea mempunyai hubungan darah atau hubungan pekerjaan, Thea menjawab tidak.
Kebetulan pada saat perampokan, Thea melihat kejadian tersebut tetapi tidak berani menolong. Pada saat itu, Thea sedang berada di perjalanan pulang dari terminal. Ia ke terminal bermaksud mau membeli tiket untuk saudaranya. Setelah itu Thea ditanyai mengapa ia yakin bahwa perampok yang ia lihat itu benar-benar terdakwa. Dan Thea pun menjawab karena terdakwa suka berada di kampungnya untuk membuat onar. Jadi otomatis ia mengenali perampok itu dari penampilannya dan ciri-cirinya yang sama dengan Oge Maroge yang suka membuat onar di kampungnya itu meskipun dalam keadaan yang gelap.
Pada saat itu, terdakwa tidak terima atas kesaksian tersebut. Terdakwa membela dirinya dengan mengatakan bahwa ia di sana bertujuan untuk membantu Elisa. Thea melihat dirinya berlari karena ia ingin mengejar perampok yang asli. Tetapi hakim tidak menggubrisnya. Hakim hanya mengatakan bahwa terdakwa dan penasihat hukum dapat menuliskan pembelaan di nota pembelaan bukan pada saat persidangan tersebut.
Setelah itu, kedua saksi diperbolehkan meninggalkan ruang sidang dan sidang ditutup. Contoh sidang perkara tindak perdana pun telah selesai. Lalu kakak-kakak dari Universitas Atmajaya itu memperkenalkan diri masing-masing.

Pembahasan

Terdapat 4 alat bukti yakni:
1. Surat
2. Saksi
3. Keterangan saksi ahli
4. Petunjuk
Saksi adalah orang yang melihat, mendengar atau mengalami kasus tersebut. Dalam hal ini saksi tidak boleh mengira-ngira, sehingga saksi harus yakin dengan apa yang ia katakan. Sebelum bersaksi, ia harus bersumpah terlebih dahulu. Setiap agama mempunyai cara sumpah yang berbeda-beda. Apabila saksi terbukti menyatakan kesaksian yang salah (sumpah palsu) maka akan dikenakan sanksi (penjara).
Pada agama Kristen, tangan kiri berada di atas Alkitab dan tangan kanan harus diangkat dengan posisi jari telunjuk dan jari tengah terbuka serta yang lainnya ditekuk. Pada agama Katolik, tangan kiri berada di atas Alkitab dan tangan kanan harus diangkat dengan posisi jari manis, jari tengah dan jari telunjuk terbuka serta yang lainnya ditekuk. Dan dalam agama Kristen dan Katolik, saksi harus mengucapkan ”Saya berjanji sebagai saksi bahwa saya akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan bukan yang tidak sebenarnya. Semoga Tuhan menolong saya.”. Sedangkan dalam agama Islam, saksi membelakangi petugas yang membawa Alquran. Alquran tersebut diletakkan di atas kepala saksi sambil saksi mengucapkan sumpah. Dalam agama hindu budha, menggunakan dupa. Cara sumpah yang beragam tersebut disesuaikan dari agama dari saksi itu sendiri.
Saksi ahli adalah saksi yang di datangkan bukan karena melihat, mendengar dan mengalami kasus tersebut tetapi karena ia mempunyai pengetahuan. Misalnya dalam hal telepatika sehingga hakim yang tidak tahu menahu tentang telepatika menjadi tahu karena kehadirannya.
Jaksa penuntut umum adalah jaksa yang diserahi tugas bahwa terdakwa bersalah. Dia harus memandang bahwa terdakwa benar-benar bersalah.
Penasihat hukum/pengacara/advokat adalah orang yang mendampingi klien di pengadilan. Dalam hal ini ia harus memperjuangkan hak-hak terdakwa agar tidak diperlakukan semena-mena dan agar terdakwa dapat bebas.
Hakim adalah pemimpin jalannya persidangan agar berjalan dengan lancer. Dalam kasus hukum pidana bertugas mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang sesungguhnya. Hakim peradilan berjumlah 3 karena : (1) untuk menghindari subyektivitas. (2) saat vote tidak mendapatkan hasil seimbang. Tetapi juga diperbolehkan hakim berjumlah 5/7/9. Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menguji UU ada 9 orang. Hakim boleh berjumlah satu pasa tindak pidana ringan (tipiri). Contoh kasusnya adalah tindak pidana lalu lintas.
Keputusan dalam persidangan dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Bebas (perbuatan bukan tindak pidana, tidak melanggar hukum dan tidak terbukti bersalah)
2. Lepas dari tuntutan hukum (melawan hukum tetapi bukan perbuatan pidana)
3. Pemidanaan (melawan hukum dan merupakan perbuatan pidana)
Dalam KUHP no 10 hukuman pidana dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Pidana pokok (mati, penjara, kurungan, denda)
2. Pidana tambahan (pencabutan hak, perampasan barang tertentu, keputusan hakim)
Ada 3 macam tahanan yaitu:
1. Rutan (rumah tahanan)
yaitu tempatnya kepolisian untuk proses penyelidikan dan penyidikan. Konsekuensi pidana rutan adalah putusan yang dijatuhkan hakim dikurangi waktu selama di rutan. Misalnya divonis 12 tahun, telah berada di rutan selama 1 tahun maka ia dapat bebas lagi setelah 11 tahun mendatang.
2. Rumah sendiri (tahanan rumah)
Yaitu rumah pribadi terdakwa dimana terdakwa hanya bias keluar sampai halaman rumah. Terdakwa akan dijaga oleh pihak keluarga dan kepolisian. Konsekuensi pidana tahanan rumah adalah putusan yang dijatuhkan hakim dikurangi 1/3 waktu yang dijalani saat menjadi tahanan rumah. Misalnya vonis hukuman 12 tahun, telah menjadi tahanan rumah selama 1 tahun maka ia dapat bebas lagi setelah 11 tahun 8 bulan mendatang.
3. Tahanan kota
Yaitu tahanan di mana terdakwa hanya boleh berada dalam kota itu dalam proses penyidikan. Konsekuensi pidana tahanan kota adalah putusan hakim dikurangi 1/5 waktu yang dijalani saat menjadi tahanan kota. Misalnya vonis hukuman 12 tahun, telah menjadi tahanan kota selama 10 bulan maka ia dapat bebas lagi setelah 11 tahun 10 bulan.
Kasus yang telah diserahkan ke pengadilan disebut penuntutan. Prosesnya adalah penyelidikan (termasuk tindak pidana atau bukan) lalu penyidikan (telah terjadi tindak pidana dan menemukan tersangka) dan yang terakhir adalah penuntutan. Ada pun tujuan penahanan itu sendiri adalah:
1. tidak melarikan diri
2. tidak menghilangkan bukti.
Hukum adalah seperangkat aturan-aturan yang mengatur segala perbuatan yang seharusnya dilakukan atau yidak dilakukan. Sumbernya adalah KUHP. Hukum dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Hukum formil (bagaimana cara mempertahankan hukum material)
2. Hukum material (isi atau segala hal yang mengatur perbuatan yang boleh atau tidak boleh dilakukan)
Setelah dilaksanakannya pembahasan, siswa-siswi yang belum jelas diperbolehkan mengajukan pertanyaan kepada kakak-kakak pendamping dan acara simulasi peradilan selesai pada pukul 11.45 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar